STRATEGI BERSAING

Strategi Bersaing

di Lingkungan Bisnis Global

Pendahuluan

Dalam suatu kesempatan yang baru lalu, Menteri Negara PPN/Ketua Bapenas menyatakan bahwa industri harus meningkatkan daya saing dan mempertinggi nilai tambah produknya untuk memasuki transformasi pasar dunia. Pernyataan tersebut membawa beberapa implikasi penting yaitu : Pertama, transformasi pasar dunia adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh siapa saja. Kedua, mempertinggi nilai tambah merupakan suatu hal yang harus dilakukan agar produk tersebut dapat masuk di pasar global. Ketiga, daya saing sebagai faktor penentu dijadikan sebagai agenda nasional. Untuk menciptakan daya saing yang tinggi diperlukan kecanggihan dalam konsep mutu dan konsep pemasaran produk. Gencarnya arus masuk produk asing ke Indonesia adalah contoh dari konsep mutu dan konsep pemasaran yang canggih. Produk bermutu dapat dijual dengan harga yang tidak terlalu mahal karena pemasaran langsung yang mereka lakukan. Hal ini membawa pada harga akhir produk yang tidak terlalu tinggi, sehingga kepuasan konsumen (customer satisfaction) dapat tercapai.

Lingkungan Bisnis Global dan Urgensi Mutu (kualitas)

Bisnis global bukanlah hal yang baru bagi dunia perdagangan. Kegiatan ini sebenarnya dimulai pada awal-awal tahun masehi. Bisnis global mulai menonjol pada zaman kekuasaan Romawi. Saat itu kota Roma berfungsi sebagai pusat perdagangan antar negara. Adapun beberapa alasan mengapa Roma dijadikan sebagai pusat perdagangan adalah : Mobilitas pedagang dan masyarakat yang aktif, lautan tengah terlindung dari bajak laut, jalan darat mulai terbuka dan mulai tumbuhnya bank atau lembaga keuangan.

Episode pertama yang memulai maraknya bisnis global setelah perang Dunia II, ditandai dengan kesepakatan mengenai tarif dan perdagangan atau The General Agrement On Tariff and Trades (GATT) yang ditetapkan pada tahun 1974 oleh 23 negara. Saat ini GATT mempunyai 100 anggota dari seluruh dunia. GATT mempunyai tiga tujuan pokok yaitu

1. Berfungsi sebagai sebuah forum, dimana dalam forum itu, bangsa-bangsa dapat membicarakan perdagangan,

2. Menyediakan mediator instutisional untuk melakukan perundingan guna mengurangi halangan perdagangan, dan

3. Memudahkan perundingan negara anggota jika timbul perselisihan dagang diantara mereka.

Pada dasarnya, GATT mempunyai dua prinsip yaitu Nondiskriminasi dan pengikatan tarif. Nondiskriminasi mensyaratkan agar setiap negara melakukan tarif yang sama untuk seluruh negara anggota, sedangkan pengikatan tarif menyatakan bahwa negara anggota GATT telah menyetujui untuk mengikat tarif mereka pada batas tertinggi. Namun akhir-akhir ini, prinsip nondiskriminasi sudah tidak berlaku lagi disebabkan adanya tiga persetujuan yang bertentangan dengan prinsip non diskriminasi tersebut yaitu : daerah perdagangan bebas, perserikatan pabean, dan pasar bersama.

Episode kedua ditandai dengan konferensi perserikatan bangsa-bangsa atas perdagangan dan pengembangan atau United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) UNCTAD yang pertama diadakan pada tahun 1964 dan dihadiri oleh 119 negara. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh adanya ketidak puasan negara-negara berkembang terhadap Negara negara maju. Pengaturan perdagangan internasional yang berlaku terutama menguntungkan negara maju dan kerugian negara berkembang. Dalam konferensi ini, negara berkembang mendesak adanya konsesi perdagangan dari negara maju, maupun percobaan lain yang karena membantu perdagangan mereka.

Episode ketiga ditandai dengan timbulnya orde ekonomi internasional baru The New International Economic Order (NIEO). Sebuah resolusi PBB pada bulan Mei 1974 merumuskan banyaknya persoalan yang diajukan oleh UNCTAD dalam suatu deklarasi yang menghendaki suatu Orde Ekonomi Internasional Baru. Deklarasi ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan yang semakin lebar antara negara-negara berkembang dengan negara-negara maju. UNCTAD juga mendorong adanya dialog utara selatan : Utara mewakili negara industri dan Selatan mewakili negara berkembang.

Episode berikutnya ditandai dengan bangkitnya negara-negara berkembang dengan industri labour intensive seperti Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1980-an. Setelah runtuhnya rezim komunis 1990, mulailah dikenal Global Market yang berbasis pada efisiensi yang diperkirakan akan terus berlangsung sampai tahun 2020. Dalam lingkungan pasar global, dimana konsumen sudah terdiri dari berbagai suku bangsa, ras dan agama : jangkauan pemasaran sudah melintasi benua dan sistem informasi sudah mampu menjelelajah pelosok dunia, maka kesamaan persepsi terhadap kualitas (mutu) suatu produk menjadi hal yang sangat penting. Kesamaan persepsi tersebut bukan hanya di antara konsumen, tetapi juga produsen, lembaga pemasaran dan lembaga lainnya yang terlibat atau terkait dengan proses produksi, proses pemasaran, dan konsumsi suatu produk mengenai tingkat mutu produk tersebut. Persepsi berbeda akan mengakibatkan kegagalan produk di pasar global.

Sebenarnya ada dua hal yang dibeli konsumen dari sebuah produk. Pertama nilai yang terkandung dalam produk tersebut dan service yang diberikannya. Nilai ditentukan oleh biaya dan kualitas sedangkan service ditentukan oleh mutu. Kualitas ternyata menjadi faktor penentu agar produk dapat menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu mutu dapat dijadikan sebagai senjata strategik yang harus dikembangkan guna mencapai kompetitif.

Perkembangan Konsep dan Pandangan terhadap Mutu

JM Juran melihat konsep mutu dari dua sudut pandang. Pertama adalah dari segi penampilan dan kedua adalah dari segi kekurangan (defisiensi). Suatu produk yang mempunyai penampilan memuaskan (excellent), dinilai sebagai sebuah produk bermutu. Demikian juga jika memiliki sedikit defisiensi, maka produk tersebut dinilai sebagai produk bermutu. Pandangan Juran sedikit berbeda dengan pandangan konvensional.

Secara konvensional produk dianggap bermutu jika produk tersebut tahan lama, meskipun penampilannya tidak menarik. Disamping tahan lama, produk juga disebut bermutu jika dapat dipakai dengan baik. Faktor lain dari mutu yang baik adalah bentuk yang baik. Jadi secara konvensional, faktor bentuk (performance), faktor tahan lama (durability) dan faktor kegunaan (service ability) dianggap sebagai faktor mendasar untuk mengatakan suatu produk bermutu atau tidak. Kembali pada konsep mutu yang dituangkan oleh Juran, ternyata ada dua implikasi berbeda akibat mengambil dua pandangan berbeda. Jika berbicara mutu dari segi penampilan, cenderung akan memberikan alternatif semakin tingginya biaya produksi.

Hal ini dikarenakan dibutuhkannya inovasi baru yang mengubah sesuatu yang sudah ada selama ini. Namun jika berbicara mutu dari segi defisiensi, cenderung akan memberikan alternatif semakin rendahnya biaya produksi. Hal ini dikarenakan dengan memperbaiki proses yang sudah ada menjadi lebih baik, maka produk-produk rusak (nonconformance) dapat dihindarkan. Hal tersebut berakibat semakin tingginya pendapatan perusahaan. Tingginya pendapatan perusahaan tersebut diikuti rendahnya biaya produksi karena tidak terdapatnya barang yang rusak atau barang yang rusak sangat kecil proporsinya dibanding dengan barang yang tidak rusak. Aktivitas memperbaiki proses tersebut merupakan daya saing, suatu daya ungkit (leverage) untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara keseluruhan.

Saat ini suatu produk yang bermutu adalah produk yang dapat memuaskan pelanggan. Hal ini berkaitan erat dengan konsep pemasaran modern yang menyatakan bahwa pengenalan perilaku konsumen merupakan tonggak keberhasilan pemasaran. Hal inilah yang kemudian dikembangkan oleh para ahli sehingga lahirlah suatu definisi baru tentang produk bermutu yang dicetuskan oleh Michael Porter.

Porter menyatakan bahwa produk yang bermutu, setidaknya ditentukan oleh delapan faktor yaitu: Performance, Feature, Reability, Conformance, Durability, Service Ability, Aesthetics, dan Perceived Quality. Performance yang baik dilihat dari penampilan produk tersebut dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Reability bermaksud kepada keterandalan produk, sedangkan conformance lebih bermaksud pada baiknya proses produksi untuk menghasilkan produk. Durability cenderung bermakna pada ketahanan suatu produk digunakan. Service ability merupakan suatu mutu yang berbasis pada kepuasan konsumen. Faktor ini mengukur seberapa jauh suatu produk dapat memberikan rasa puas terhadap pemakainya. Aesthetics lebih bermakna pada nilai seni dan desain produk, mencakup warna, dan lain-lain. Sedangkan Perceived Quality merupakan sesuatu yang paling diharapkan yaitu produk yang telah mendapat pengakuan luas dari masyarakat sebagai produk yang bermutu.

Perkembangan Pemikiran, Paradigma, dan Pengawasan Mutu

Berbicara tentang mutu, ada konsep dasar yang sangat menentukan perkembangan dan kemajuan mutu itu sendiri, yaitu Quality Thinking dan Quality Paradigms.

Quality Thinking atau cara berpikir tentang mutu, secara tradisional diartikan oleh mutu yang masih berbicara produk dan bersifat teknis, tergantung inspektor, dituntun oleh para ahli (Experts), membutuhkan pengawasan dan memerlukan biaya yang lebih tinggi. Cara berpikir mutu ini terus berubah, sehingga sampai pada konteks ekstrim modern sekarang ini. Jika sebelumnya Quality Thinking didasarkan pada mutu organisasi yaitu mutu yang bersifat strategis. Mutu menurut konsep modern tidak lagi merupakan tanggung jawab inspektor, tetapi tanggung jawab semua orang yang dituntun oleh manajemen (bukan hanya para ahli) serta membutuhkan pengembangan secara terus menerus. Pada akhirya manajemen mutu bertujuan untuk menghemat biaya produksi dari hal-hal yang tidak efisien dan penghematan ini bertujuan pada suatu usaha untuk menciptakan biaya yang lebih rendah.

Quality paradigms (paradigma Mutu) secara konvensional berkisar pada melakukan inspeksi atau pemeriksaan mutu, peningkatan mutu berarti peningkatan biaya, berorientasi prosedur, tanggung jawab secara departementalisasi, memenuhi kebutuhan pelanggan, fokus pada pabrik dan yang paling menonjol dari paradigma mutu secara konvensional ini adalah peningkatan mutu dianggap merupakan pekerjaan orang lain dan memerlukan biaya tinggi. Paradigma ini tentunya membawa perusahaan pada satu dilema: bertahan dengan mutu seadanya tapi biaya rendah, atau berproduksi dengan mutu tinggi, tapi biaya tinggi. Seringkali paradigma ini akhirnya membuat perusahaan berjalan ditempat atau bahkan kehilangan sebagian pangsa pasar yang sudah ada. Paradigma mutu secara modern sudah membicarakan bagaimana membangun mutu sekaligus mengurangi biaya, tidak lagi berorientasi proses. Tanggung jawab sudah dipikul secara bersama di bawah komando seorang leader, fokus pada organisasi dan mutu bukan lagi pekerjaan orang lain. Suatu hal yang agak menonjol dari paradigma baru ini adalah, mutu suatu produk dikaitkan dengan harapan dan keinginan konsumen agar dengan produk tersebut, konsumen dapat terpuaskan (Consumer satisfaction). Tentunya hal ini membawa angin baru tentang mutu suatu produk itu sendiri.

Bukan hanya pemikiran mutu dan paradigma mutu yang mengalami perkembangan, pengawasan mutupun demikian juga. Perkembangan pengawasan mutu (Quality Control) telah diidentifikasi oleh A.V. Eigenbaun. Sekitar tahun 1900 pengawasan mutu masih merupakan tugas operator, kemudian beralih ke tangan foreman pada tahun 1918 dan ke tangan inspektor pada tahun 1937. Pada tahun 1960, dikenal konsep pengawasan mutu secara statistika yang disebut Statistical Quality Control (SQC). Konsep tersebut terus berkembang menjadi Pengawasan Mutu Terpadu atau Total Quality Control (TQC). Perkembangan terbaru mengenai pengawasan mutu ini adalah Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM) adalah ISO 9000.

Iso 9000

ISO 9000 adalah suatu standar sistem manajemen mutu yang memfokuskan pada penerimaan dunia internasional (world wide acceptance). ISO 9000 juga merupakan prasyarat untuk melakukan bisnis dengan Eropa (requiremen for doing business in europe). ISO 9000 bukanlah suatu standar produk tetapi merupakan suatu standar sistem mutu sehingga aplikasi yang tepat bukanlah pada produk atau jasa, tetapi pada proses memproduksi barang dan jasa tersebut. Selama ini ISO dianggap merupakan singkatan dari International Organization of Standardisation. Ternyata anggapan tersebut keliru. ISO diambil dari bahasa Yunani, ISOS yang artinya “setara”. Kata ISOS inilah yang merupakan cikal bakal istilah-istilah ilmiah selama ini seperti Isoterm (Kesetaraan panas/suhu) dan Isometrik (Kesetaraan ukuran). Pengambilan istilah ISOS ini dilandasi pada konsep “setara” menjadi “standar” (The ISO 9000 Handbook terbitan Irmin Prodensional Publishing, hal 3) Standar mutu ISO 9000 adalah standar mutu yang mendapat pengakuan internasional. Apalagi suatu perusahaan telah mendapat sertifikat ISO 9000, maka produk perusahaan tersebut dapat dikirim di pasar internasional. ISO 9000 menyediakan infrastruktur manajemen mutu yang baku dan terpadu, serta dapat diaplikasikan dalam keadaan apapun dan situasi bagaimanapun. ISO 9000 memuat konsep kegunaan yang meliputi ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003, dan ISO 9004. ISO 9001 berisi sistem mutu; model jaminan mutu dalam desain, pengembangan, produksi, instalasi dan pelayanan. ISO 9002 berisi sistem mutu; model jaminan mutu dalam pemeriksaan dan pengujian akhir, serta ISO 9004 berisi manajemen mutu ABD, elemen dan petunjuk/garis besar sistem mutu. CE “Mark” (Conformitee Europene) “Mark” merupakan bagian dari kerangka penilaian kecocokan Uni Eropa yang komprehensif. Ini merupakan tanda bahwa suatu produk sudah disertifikasi dan memenuhi persyaratan lingkungan, kesehatan dan keselamatan (environment, health and safety requirement).

Ada beberapa tahap yang harus dilalui agar suatu produk mendapat CE “Mark”. Pertama, produk tersebut harus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam instruksi UE. Kedua, telah mendapat sertifikasi ISO 9000 (ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003, atau ISO 9004 ) kalau sistem manajemen mutu produk tersebut diwajibkan menurut instruksi UE. Ketiga, dokumentasi setiap uji data harus sesuai dengan persyaratan UE dan keempat, sertifikat. CE “Mark” yang dikeluarkan selama ini ada dua tipe yaitu pernyataan sepihak dan pernyataan pihak ketiga. Dalam pernyataan sepihak, perusahaan yang bersangkutan mengumumkan sendiri yang belum tentu dapat diterima oleh orang lain. Pada pernyataan pihak ketiga, ada CE dan nomor identifikasi dari badan yang mensertifikasi.

ISO 14000

Secara ringkas ISO 14000 adalah suatu sistem standarisasi manajemen baik standarisasi produk maupun proses yang dikaitkan langsung dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup menjadi penting karena perhatian dunia terhadap lingkungan hidup sangat tinggi. Bahkan hal yang sangat monumental betapa pentingnya lingkungan hidup adalah diselenggarakannya KTT Bumi pada tahun 1992. Indonesia sudah sangat peduli dengan lingkungan ini ditandai dengan satu-satunya negara di dunia yang mempunyai menteri negara lingkungan hidup. ISO 14000 mencakup sistem pengelolaan lingkungan, investigasi dan auditing yang berkaitan dengan lingkungan, pelabelan produk ramah lingkungan, evaluasi untuk kerja lingkungan, pengkajian siklus hidup dan pendefinisian. ISO 14000 yang dikembangkan saat ini berkisar 16 seri dengan berbagai aspek yang diatur cukup luas. Gambar 3 menjelaskan peta standar manajemen lingkungan seri ISO 14000. Terlihat secara garis besar bahwa terdapat tiga aspek yang terkandung dalam ISO 14000 ini yaitu : perangkat evaluasi dan audit, sistem manajemen dan perangkat pendukung produk.

STRATEGI BISNIS GLOBAL

Telah diketahui bahwa MNC dapat mengadopsi berbagai struktur organisasi. MNC juga dapat memilih strategi yang akan mereka ikuti.

Strategi Bisnis MNC (Christopher Bartlett & Sumantra Ghoshal) dikelompokan atas empat (4) strategi, yaitu :

1. Strategi Multinasional; perusahaan induk memberikan kebebasan kepada anak perusahaan untuk mengembangkan produk dan praktek mereka sendiri serta senantiasa memberikan pelaporan keuangan (desentralisasi). Strategi ini menimbulkan kendurnya pengendalian oleh perusahaan induk (kantor pusat), dan sistem informasi memudahkan desentralisasi dalam pengambilan keputusan strategis serta terdiri dari proses dan database yang beridiri sendiri (oleh anak perusahaan).

Gambar 4.1. Strategi Multinasional

2. Strategi Global; pengendalian ada di perusahaan induk (sentralisasi proses & database). Perusahaan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan di seluruh dunia dengan produk-produk standar. Produk untuk seluruh pasar dunia diproduksi secara sentarl dan dikirimkan ke anak-anak perusahaan. Hal tersebut mengakibatkan sebagaian besar kapasitas sistem informasinya berlokasi diperusahaan induk dan terdapat sentralisasi proses dan database. Pengendalian sangat ketat dan strategi diatur oleh pusat.


Gambar 4.2. Strategi Global

3. Strategi Internasional; perpaduan strategi global (sentralisasi) dan strategi multinasional (desentralisasi). Strategi ini memerlukan suatu tim manajemen diperusahaan induk yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan menembus pasar global. Keahlian ini disediakan anak perusahaan yang digunakan untuk mengadaptasi produk, proses dan strategi perusahaan bagi pasar mereka sendiri. Dengan strategi ini akan menggunakan sistem interorganisasi yang menghubungkan proses dan database perusahaan induk dengan anak perusahaan.


Gambar 4.3. Strategi Internasional

4. Strategi Transnasional; perusahaan induk dan semua anak perusahaan bekerja sama memformulasikan strategi dan kebijakan operasi, mengkoordinasikan logistik agar produk mencapai pasar yang tepat. Tercapainya efisiensi dan integrasi global serta fleksibilitas di tingkat lokal. Dari Gambar 4.4 terlihat rumitnya sistem pengendalian yang diperlukan, demikian pula arus sumber daya dari satu titik ke titik lain ketika perusahaan berfungsi sebagai suatu sistem yang terkoordinasi. Selain itu menunjukkan kapasitas pemrosesan informasi yang tersedia pada tingkat anak perusahaan. Ketika perusahaan menerapkan strategi transnasional, perusahaan mencapai integrasi dalam sistemnya dengan menggunakan standar yang diterapkan pada skala internasional serta dengan arsitektur yang umum. Tim pengembangan menyertakan wakil dari berbagai anak perusahaan untuk memastikan bahwa sistem tersebut memenuhi kebutuhan local. Strategi transnasional menempatkan tanggung jawab yang besar pada pengelola database untuk memastikan keseragaman rancangan database di seluruh dunia.


Gambar 4.4. Strategi Transnasional

Sistem informasi yang digunakan MNC ketika mereka mengikuti empat strategi bisnis tersebut dinamakan Sistem Informasi Global (Global Information System – GIS), yang merupakan suatu sistem yang terdiri dari jaringan-jaringan yang melintasi batas-batas negara.

PENGGERAK BISNIS GLOBAL

Daya yang mendorong GIS yang pertama adalah keinginan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale). Ketika perusahaan mulai menggunakan komputer secara global, mereka mulai menyadari luasnya keuntungan-keuntungan yang tersedia. Keuntungan tersebut dikenal dengan penggerak bisnis global (global business drivers – GBD). GBD adalah suatu entitas yang mengambil manfaat dari skala ekonomis dan skop eknomis, serta kemudian berkontribusi pada strategi bisnis global. GBD berfokus pada entitas bisnis yang luas, seperti pemasok, pelanggan dan produk, serta menguraikan informasi yang diperlukan setiap entitas tersebut. Setelah terbentuk, GBD menjadi dasar bai rencana strategis sumber daya informasi perusahaan (strategic planning for information resources - SPIR).

Berikut ini adalah tujuh penggerak yang diidentifikasi melalui survei atas 105 MNC yang berkantor pusat di Amerika Serikat :

1. Sumber daya bersama; Beberapa anak perusahaan MNC membagi sumber daya yang sama untuk mengurangi biaya, misalnya armada kapal tanker dan pusat-pusat distribusi.

2. Operasi yang fleksibel; Produksi dapat dipindahkan dari satu pabrik ke pabrik lain sebagai respon atas perubahan kondisi.

3. Rasionalisasi operasi;Berbagai komponen dan sub rakitan dibuat di seluruh dunia dan kemudian dirakit à produk jadi.

4. Pengurangan risiko MNC membatasi risiko yang inheren dalam beroperasi disatu negara dengan beroperasi dibeberapa negara.

5. Produk global; Memasarkan produk yang sama di seluruh dunia atau anak perusahaan di seluruh dunia merakit produk dari sub rakitan yang sama.

6. Pasokan yang langka; Sumber daya yang langka disimpan terpusat dan senantiasa tersedia pada saat diperlukan.

7. Pelanggan tingkat perusahaan. Memiliki pelanggan yang berada di seluruh dunia.

Daftar Pustaka

Clements R.B 1993. Quality Manager’s Complete Guide to ISO 9000. Prentice Hall.

Porter M. 1980. Competitive Strategy. Macmilian Publising Co.Inc

Rugman, Lecran and Boath, 1985. International Business. Mc GrawHill Book Company.

Sitompul, TM 1995.Quality Management and Quality system. Transkip presentasi makalah dan seminar pada program Magister Manajemen Agribisnis IPB.

Dimuat dalam Majalah Ilmiah. TRIDHARMA, no 9 Tahun X April 1998.

Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ILMU PARIWISATA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger